Jumat, 10 Juni 2016

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR  IPS SISWA KELAS IV
SDK TENTANG II DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA MATERI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

SINOPSIS

Diajukan Kepada Program Sarjana Kependidikan Guru dalam Jabatan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan St. Paulus Ruteng
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan
Program Sarjana Kependidikan Guru dalam Jabatan
 






Oleh




OLEH;
FRANSISKUS JAMENTO
NPM : 11.31 1856

PROGRAM SARJANA KEPENDIDIKAN GURU DALAM JABATAN
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN  ST. PAULUS
RUTENG
2013
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR  IPS SISWA KELAS IV SDK TENTANG II DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA MATERI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

FRANSISKUS JAMENTO, S.Pd
(PSKGJ STKIP St. Paulus)   

ABSTRACT
Application type STAD cooperative learning model as a model of learning that seeks to increase the active involvement of students in learning so that the learning outcomes were achieved and measured. Criteria for achievement of learning outcomes in this study are: (1) the value of class IV students SDK Tentang II If at least 70% in the classical KKM achieving set by the school, and (2) actively engage students in learning activities, the performance of the students individually or in groups in the category of 'Good'. Application type STAD cooperative learning model can significantly improve learning outcomes
fourtgrade social studies students SDK Tentang II. It can be seen from the acquisition value after a given action on each cycle. In the first cycle the average value obtained was 70,00 with a percentage of 64,10 % , while students in the second cycle is 78,59 with a percentage of 92,31 %. So the increase in the average value of learning outcomes is 8,59, with an increase of 28,21% percentage learning. Increase in the average performance of individual students in the group by 16,83; In the first cycle of 69,10 with a category of ‘Good Enough’ whereas the second cycle of 86,03  with a category of ‘Good’. Whereas the average value of students in a group performance in the first cycle is 70,00 with a category of ‘Good Enough’, whereas the second cycle of 86,25 with a category of ‘Good’. Thus an increase in the average value of students in a group performance was 16,25. Teacher performance also increased by 7,81%; in the first cycle in which the average obtained was 90.63% and 98.44% to the second cycle. Of the study and the results of this study, it is evident that the application type STAD cooperative learning model to improve learning outcomes in social studies lessons Tentang II SDK 202/2013.
Key words: Learning Outcomes, Learning social studies, Cooperative type STAD

PENDAHULUAN
Pembelajaran IPS di sekolah dasar bertujuan agar peserta didik memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta nilai-nilai hidup yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. Mengingat pentingnya tujuan dan esensi pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial; Hasan dan Kosasih, (Solihatin, et al., 2005 : 1) menegaskan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran IPS harus mampu mempersiapkan, membina dan membentuk kemampuan peserta didik untuk menguasai pengetahuan, pembentukan sikap dan nilai serta kecakapan dasar yang diperlukan bagi kehidupan di masyarakat. Namun tuntutan ideal pembelajaran IPS ini masih belum optimal dikembangkan pada beberapa satuan pendidikan. Tapung (2012 : 76), memberikan pandangan tentang persoalan pendidikan Indonesia bahwa kemunduran pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini selain disebabkan masalah teknis pengelolaan oleh stake holder pendidikan  dan kurangnya fasilitas, juga paling penting adalah masalah model dan metode pembelajaran yang isinya kurang edukatif, kurang membebaskan dan membentuk kesadaran peserta didik. Selain fenomena ini, hasil wawancara langsung penulis dengan guru mata pelajaran IPS di SDK Tentang II pada bulan Maret 2013, mengungkapkan bahwa, “Nilai ketuntasan mata pelajaran IPS pada ujian semester I kelas IV tahun pelajaran 2012/2013 yang secara klasikal  hanya mencapai 56,41 %, yaitu 22 dari 39 siswa kelas IV mencapai KKM 65 yang telah ditetapkan oleh SDK Tentang II. Sementara target ketuntasan secara klasikal yang ingin dicapai mata pelajaran IPS SDK Tentang II adalah minimal mencapai 70 %.” Hal demikian disebabkan faktor-faktor, antara lain: (1) kurang tersedianya sarana dan prasarana, (2) banyaknya konsep-konsep materi hafalan yang harus dipelajari siswa, (3) faktor guru yang mengajar rangkap mata pelajaran berbeda  maupun merangkap kelas, (4) desain pembelajaran yang dimonopoli oleh peran guru, (5) siswa kurang dilatih untuk berdiskusi dalam kelompok kecil, dan (6) evaluasi pada proses belajar mengajar hanya menyentuh aspek kognitif.
Bertolak dari  tuntutan ideal pembelajaran IPS di sekolah dasar yang dihadapkan pada realita yang terjadi, maka penulis tergugah untuk mencari solusi dengan menawarkan sebuah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Slavin (Isjoni, 2007 : 50 - 51) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif menekankan pada adanya  aktivitas dan interaksi antar siswa  untuk saling memotivasi dan membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Oleh karena itu penulis  mengangkat judul, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar  IPS Siswa Kelas IV SDK Tentang II dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada Materi Perkembangan Teknologi.” Masalah yang ingin  dikaji dalam tulisan ini, yaitu: “apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDK Tentang II tahun pelajaran 2012/2013 pada materi perkembangan teknologi?” Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada materi perkembangan teknologi di SDK Tentang II tahun pelajaran 2012/2013.

TINJAUAN PUSTAKA
a.   Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Sapriya (2009 : 19), mengatakan bahwa IPS adalah nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah “social studies” dalam persekolahan di negara lain. Sedangkan Mulyono (Taneo, et al.,  2008 : 7), mengatakan bahwa IPS adalah integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Lebih lanjut, Saidiharjo (Taneo, et al., 2008 : 8), mengatakan bahwa IPS merupakan hasil  kombinasi atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik.
Berdasarkan pemikiran Sapriya, Mulyono dan  Saidiharjo disimpulkan bahwa: Pertama; Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sejumlah fakta dan aspek-aspek sosial kehidupan manusia dengan kajian materi sebagai perpaduan ilmu dari mata pelajaran geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan politik  yang kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan program pengajaran pada setiap jenjang satuan lembaga pendidikan. Kedua; pembelajaran IPS di sekolah dasar menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami sejumlah fakta, konsep dan generalisasi agar peserta didik dapat menanggapi isu lokal, nasional, kawasan, dunia, sosial, budaya, ekonomi, lingkungan dan etika. Ketiga; hal penting dalam proses pembelajaran IPS yang dirancang oleh guru di sekolah dasar yaitu guru berusaha semaksimal mungkin memadukan berbagai kajian disiplin ilmu sosial menjadi materi IPS.
Keempat: pembelajaran IPS semestinya dirancang dengan memberikan motivasi kepada peserta didik sesuai taraf kemampuan awal yang dimiliki, guru membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk bersama (secara individu maupun kelompok) berusaha menemukan dan memecahkan masalah yang dihadapi sehingga kompetensi akan tercapai.

b.      Hasil Belajar
Belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri  individu dalam kebiasaan, pengetahuan, dan sikapnya. Suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkahlaku (behavioral change) pada diri individu yang belajar merupakan hakekat belajar (Kunandar, 2008: 319).
Beberapa ahli dan pakar pendidikan mengemukan teori dan pendapat belajar yang berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan Sosial, diantaranya:
1)      Edward L. Thorndike (Sennen, 2003 : 2 - 3) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect. Menurut Thorndike belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan.
2)      David Ausubel (Sennen, 2003 : 11), dengan teori belajar bermakna mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dia miliki dengan pengetahuan baru.
3)      Dahar (Trianto, 2007 : 25), faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia demikian.
4)      Rober Gagne (Ndiung, 2006 : 17 - 18), belajar merupakan kegiatan yang kompleks, hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki pengetahuan, nilai dan sikap dan keterampilan. Timbulnya kapabilitas dari stimulasi lingkungan dan proses kognitif  dilakukan oleh pembelajar.
5)      Hamalik (2008 : 73) menjelaskan tujuan belajar adalah: (1) sejumlah hasil belajar meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan tercapainya oleh siswa; (2) suatu deskripsi mengenai tingkahlaku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar; dan (3) cara yang akurat untuk menentukan hasil pembelajaran
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar  adalah suatu aktivitas mental dan fisik yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan/ intelektual, pemahaman keterampilan dan nilai-nilai yang tidak dimiliki sebelumya. Secara singkat dapat dikatakan belajar adalah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari latihan dan pengalaman serta interaksi  individu dengan lingkungan. Jadi, tujuan seseorang belajar adalah memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan perubahan tingkahlaku. Belajar memiliki ciri adanya unsur kesengajaan dan interaksi dengan lingkungan yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku. Hasil belajar  memberikan nilai tambahan terhadap perubahan yang diperoleh karena kematangan dan perkembangan fisik individu.
Gagne (Thobroni dan Mustofa, 2011 : 22), menjelaskan bahwa hasil belajar berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Selanjutnya Suprijono (Thobroni dan Mustofa, 2011 : 22), memberikan pemikiran bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Sedangkan Bloom (Abdurrahman, 2009 : 38), mengklasifikasi kemampuan hasil belajar ke dalam tiga kategori, yaitu: ranah kognitif ( meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual), ranah afektif (berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri atas aspek penerimaan, tanggapan, penilaian, pengelolaan, dan penghayatan), dan ranah psikomotorik (mencakup kemampuan yang berupa keterampilan fisik yang terdiri dari gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, dan kemampuan). A. J. Romiszowski (Munadi, 2008 : 38), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan keluaran (output) dari suatu sistem pemrosesan masukan (input). Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluaran adalah perbuatan atau kinerja (performance). Pertama; pengetahuan berupa pengetahaun tentang fakta, pengetahuan tentang prosedur, pengetahuan tentang konsep, dan pengetahuan tentang prinsip. Kedua; keterampilan  terdiri dari keterampilan untuk berpikir/kognitif, bertindak/motorik, bereaksi atau bersikap, dan berinteraksi. Hasil belajar juga merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri adalah sesuatu proses dalam diri dan tingkahlaku yang relatif menetap. Perubahan tingkahlaku dalam belajar sudah ditentukan terlebih dahulu, sedangkan hasil belajar ditentukan berdasarkan kemampuan siswa (Nashar, 2004 : 77).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan  bahwa hasil belajar merupakan hasil dari perubahan tingkahlaku yang diperoleh siswa sebagai tujuan dari perbuatan belajar yang dilakukannya baik di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Hasil belajar itu dipengaruhi oleh aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dengan kata lain, hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran sebagai hasil dari pengalaman individu.  Keberhasilan belajar secara kuantitatif ditunjukkan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh penilai (guru) berdasarkan hasil penilaian berupa tes maunpun non tes. Djamarah dan Aswan (2006 : 107), mengemukakan bahwa setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Istimewa/maksimal; apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.
2)      Baik sekali/optimal; apabila sebagai besar (76 % s.d. 99 %) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.
3)      Baik/minimal; apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60 % s.d.75 % saja dikuasai oleh siswa.
4)      Kurang; apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60 % dikuasai oleh siswa.
Selain indikator di atas, daya serap tehadap materi pembelajaran yang diberikan oleh guru  mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok. Berdasarkan tingkatan yang diperoleh setelah melakukan tes dan non tes, dapatlah diketahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan siswa dan guru. Purwanto (Thobroni, 2011 : 31) mengemukan faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan perubahan belajar pada seorang anak, yaitu: Pertama; Faktor yang ada pada diri individu, meliputi kematangan dan pertumbuhan, kecerdasan atau inteligensi dan faktor pribadi (kemaun, ketekukan, rendah hati)  seseorang. Kedua; Faktor yang ada di luar diri individu atau faktor sosial, meliputi; faktor keluarga (situasi rumah tangga) dan motivasi sosial yang bersumber dari teman sejawat, orang tua, guru sanak keluarga, dan sebagainya.
Senada dengan Purwanto, Munadi (2008 : 24) menjelaksan faktor- faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar yaitu: faktor internal meliputi: faktor fisiologis dan faktor psikologis; sedangkan faktor eksternal yang berasal dari luar diri individu yang belajar meliputi: faktor lingkungan dan faktor instrumental.
    
c.  Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
Pembelajaran kooperatif dilandasi oleh teori  konstruktivisme, (Soejadi dalam Rusman, 2010 : 201). Teori  konstruktivisme dalam belajar  menuntut siswa harus secara individu menemukan dan mentranformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Slavin (Rusman, 2010 : 201), mengemukakan bahwa pembelajaraan kooperatif memungkinkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Kelompok heterogen terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Eggen dan Kauchak (Trianto, 2007 : 42) pembelajaran kooperatif merupakan sebuah model pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaboratif untuk mencapai tujuan bersama. Selanjutnya Ibrahim, et al (Wahyu, 2010 : 56 - 57), menegaskan bahwa model pembelajaran  kooperatif dikembangkan  untuk mencapai setidak-tidaknya  tiga tujuan pembelajaran penting. yaitu : hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, pengembangan keterampilan sosial
Sanjaya (2010 : 241) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, terdapat empat unsur penting yaitu : (1) adanya peserta dalam kelompok, (2) adanya aturan kelompok, (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, (4) adanya tujuan yang harus dicapai. Slavin, Abrani, dan Chambers (Sanjaya, 2010 : 244 - 246), menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Karakteristik pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.   Pembelajaran secara tim.
     Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima serta diharapkan dapat berkontribusi terhadap keberhasilan kelompok.
2.   Kemauan bekerja sama.
     Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh kebehasilan secara kelompok.
3.   Keterampilan bekerja sama.
     Kemauan  bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama.
Sanjaya (2010 : 246 - 247), mengemukan empat prinsip pembelajaran kooperatif yaitu :
1)   Ketergantungan positif.
     Dalam pembelajaran kelompok keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat bergantung pada usaha yang dilakukan oleh setiap anggota kelompoknya.
2)   Tanggung jawab perseorangan.
     Prinsip ini merupakan kosekuensi dari prinsip ketergantungan positif. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya maka setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugas yang telah diberikan.

3)   Interaksi tatap muka.
     Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan  yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka, saling memberikan informasi dan saling membelajarkan.
4)   Partisipasi dan komunikasi.
     Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dalam berkomunikasi. Untuk dapat melakukan partisipasi dan komunikasi siswa perlu dibekali kemampuan-kemampuan berkomunikasi.
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yaitu STAD. STAD merupakan akronim dari Student Team Achievement Division (Pembagian Pencapaian Tim Siswa), atau dengan kata lain, pencapaian hasil belajar siswa diperoleh melalui belajar kelompok (Robert E. Slavin dalam Isjoni, 2008 : 26). Trianto, (2007 : 52), menjelaskan pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang siswa secara heterogen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran berkelompok yang anggotanya terdiri dari 4 atau 5 orang yang bersifat heterogen, bekerja secara tim untuk mencapai tujuan yang sama. Heterogen yang dimaksud adalah karateristik individual baik kemampuan minat, ketekunan dan kerja keras serta karateristik lainya yang ada dalam satu kelas. Karateristik pembelajaran kooperatif tipe STAD, Rusman (2010 : 227), yaitu:
1.    Tujuan kognitif untuk mendapatkan informasi akademik sederhana, sedangkan tujuan sosial untuk memperoleh hubungan kerja kelompok dan kerja sama antar siswa.
2.   Struktur tim yang bersifat heterogen dengan anggota 4 atau 5 orang
3.   Pemilihan topik pembelajaran biasanya dilakukan oleh guru.
4.   Siswa melaksanakan tugas utama yaitu menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya.
5.   Penilaian yang dilakukan secara tes mingguan.
6.   Pengakuan atas tingkat keberhasilan siswa yaitu penilaian lembar pengetahuan dan lembar publikasi lainya.
Berdasarkan karateristik yang dipaparkan, terdapat beberapa hal yang dapat menjadikan ciri model pembelajaran  kooperatif tipe STAD, yaitu:
1.   Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2.   Kelompok yang dibentuk beranggotakan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3.   Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.
4.   Penghargaan berorientasi kelompok ketimbang individu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kerja sama dalam kelompok yang heterogen serta pencapaian tujuan pembelajaran secara tim merupakan ciri utama model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan demikian bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD ini adalah proses pencapaian kompetensi dengan pembahasan materi secara berkelompok yang heterogen baik tingkat kemampuan maupun latar belakang siswa dengan anggota 4 atau 5 orang, kerja sama tim sebagai ciri penting serta penghargaan atas prestasi lebih berorientasi pada keberhasilan secara berkelompok.
Rusman (2010 : 215 - 215), secara rinci menjelaskan enam langkah/fase pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:
1.   Penyampaian tujuan dan motivasi
     Pada tahap ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar serta menginformasikan kepada siswa desain pembelajaran yang akan dijalankan untuk mencapai kompetensi/indikator.
2.   Pembagian kelompok
     Guru membagi siswa di dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa yang memperioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, ras atau etnik.
3.   Presentasi dari guru
Guru menjelaskan materi pengantar untuk pencapaian tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Dalam presentasi ini guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya.
4.   Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim)
     Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi.
5.   Kuis (evaluasi)
     Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama, ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dan terhadap prestasi kelompok dalam memahami bahan ajar tersebut.
6.   Penghargaan tim
Penghargaan ditunjukan pada tim/kelompok bukan pribadi siswa. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1)      Menghitung skor individu
      Menurut Slavin (Trianto, 2007 : 55), untuk menghitung perkembangan skor individu dihitung sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
               Perhitungan skor perkembangan individu
No
Nilai tes
Skor perkembagan
1.      
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
0 poin
2.      
10 sampai 1 poin di bawah skor dasar
10 poin
3.      
Skor sampai 10 poin di atas skor dasar
20 poin
4.      
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar
30 poin
5.      
Pekerjaan sempurna (tanpa memerhatikan skor dasar)
30 poin
2)      Menghitung skor kelompok
Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota kelompok kemudian membagi sejumlah anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok sebagaimana dalam tabel berikut:
                    Tabel Penghitungan perkembangan skor kelompok
No
Rata-rata skor
Kualifikasi
1.
0 ≤ N ≤ 5
-
2.
6 ≤ N ≤ 15
Tim yang baik (good team)
3.
16 ≤ N ≤ 20
Tim yang baik sekali (great team)
4.
21 ≤ N ≤ 30
Tim yang istimewa (super team)

3)      Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok. Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan prestasinya (kriteria tertentu yang ditetapkan guru).
Berdasarkan langkah-langkah kegiatan pembelajaran di atas, maka peran guru dalam proses pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu:
a.    Merumuskan tujuan pembelajaran yang meliputi tujuan akademik dan tujuan keterampilan bekerja sama.
b.   Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok adalah 4 atau 5 orang siswa secara heterogen.
c.    Menentukan tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka.
d.   Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif.

METODE PENELITIAN
Peneitian ini menggunakan desain/model penelitian Kemmis dan Mc. Taggart yang penekanannya pada untaian kegiatan yang terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang digambarkan sebagai berikut:       
Siklus I
Planing
Act & Observe
Reflect





Revised plan

      






Planing
Act & Observe
Reflect
Revised plan


Siklus Selanjutnya

Siklus II
ACT & OBSERVE
REFLECT


 




Revised plan






Gambar 3.  Penelitian Tindakan model Kemmis & Mc. Taggart
(Sumber: Payong, 2010 : 5)

Adapun indikator atau kriteria untuk menentukan perubahan pada hasil tindakan adalah sebagai berikut.
1)   Setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran IPS nilai siswa kelas IV SDK Tentang II minimal 70 % secara klasikal mencapai KKM mata pelajaran IPS (65) yang telah ditetapkan oleh sekolah.
2)   Siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, dengan kinerja siswa secara individu maupun kelompok berada pada kategori ‘Baik
Penelitian ini dilaksanakan di SDK Tentang II, desa Tentang  kecamatan Ndoso kabupaten Manggarai Barat yang dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai dengan Mei 2013. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa siswa kelas IV SDK Tentang II  Tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 39 orang yang terdiri dari 18 laki-laki dan 21 perempuan. Siswa kelas IV memiliki latar belakang sosial ekonomi dan kemampuan yang berbeda-beda; (berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah). Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari siswa, yang diperoleh melalui pengamatan kinerja siswa dan penilaian hasil tes yang diberikan. Selain itu data sekunder dapat berupa data tentang nilai semester dan daya serap mata pelajaran IPS semester I tahun pelajaran 2012/2013 dan nilai tes pada materi perkembangan teknologi dari guru mata pelajaran. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan tes.
a.    Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran oleh observer. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Skala penilaian  yang digunakan dengan rentangan 1 4, (kriteria penilaian: 1=tidak baik, 2=kurang baik, 3=cukup baik, 4= baik). Untuk kinerja siswa secara individu, aspek yang diamati terdiri dari menjawab pertanyan, keberanian bertanya, rajin mengerjakan soal, keseriusan dan ketuntasan menyelesaikan LKS. Sedangkan kinerja siswa secara berkelompok terdiri dari aspek kerja sama dalam kelompok, keaktifan individu, saling bertanya antar kelompok, menghormati pendapat kelompok lain dan keberanian memberikan tanggapan. Setiap aspeknya rentangan skor 1 - 4, maka skor maksimal yang akan diperoleh kelompok yaitu 5 x 4 = 20. Dengan demikian berdasarkan perolehan bobot dapat ditentukan katergori kinerja siswa, yaitu: 17 - 20 = Baik (B), 13 – 16 = Cukup Baik (CB), 9 – 12 = Kurang Baik (KB), 5 - 8 = Tidak Baik (TB)
Berdasarkan perolehan bobot di atas, dapat ditentukan nilai siswa pada rentangan 0 – 100, yaitu:
Sehingga kriteria berdasarkan perolehan nilai siswa dapat ditentukan kategorinya yaitu: 85 -100 =  Baik (B), 65–80 = Cukup Baik (CB), 45 – 60 = Kurang Baik (KB), 25 – 40 = Tidak Baik (TB)
b.    Tes
Tes yang diberikan berupa tes tertulis pada setiap akhir tindakan, dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari setelah diberikan tindakan. Tes yang diberikan dalam bentuk tes tertulis, yaitu pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban pada setiap nomor soal, jawaban singkat dan uraian terbatas.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, instrumen yang digunakan peneliti, adalah: Silabus, RPP, Lembar Kerja Siswa (LKS), Soal tes pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban pada setiap nomor soal, jawaban singkat dan uraian terbatas, Lembar observasi kinerja  siswa dan lembar observasi kinerja guru dalam proses pembelajaran melalui penilaian keterlaksanaan RPP. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan sajian visual, karena data yang akan dikumpulkan berupa angka.
1. Analisis  observasi
a)      Nilai hasil observasi kinerja individu dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan : NKI = Nilai Kinerja Individu

b)      Nilai hasil observasi kinerja kelompok dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan : NKK = Nilai Kinerja Kelompok

Selain observasi terhadap kinerja siswa, kinerja guru diobservasi melalui penilaian keterlaksanaan RPP, yaitu:


Keterangan : KR = Keterlaksanaan RPP
Perhitungan hasil belajar dilakukan dengan menghitung ketuntasan hasil belajar siswa, yaitu:
a). Nilai ketuntasan individu dihitung dengan rumus:
Nilai = Jumlah Bobot x Skor
 




b). Nilai ketuntasan klasikal dihitung dengan rumus:

                                         

Keterangan : Tk = Tuntas klasikal

PENUTUP
a.   Hasil Penelitian
Masalah rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SDK tentang II telah diatasi dengan model kooperatif tipe STAD. Hal ini diketahui berdasarkan hasil tes dan observasi aktivitas siswa baik secara individu maupun kelompok dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran IPS dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD, secara klasikal hasil belajar IPS siswa sudah meningkat, hal ini ditunjukkan dengan tes hasil belajar pada siklus I ketuntasan secara klasikal yaitu 64,10 %, setelah diberikan tindakan pada siklus II ketuntasan secara klasikal meningkat yaitu 92,31 %. Hasil observasi aktivitas individu maupun kelompok pada siklus I berada pada katogori ‘Cukup Baik; setelah diberikan tindakan pada siklus II terjadi peningkatan, yakni berada pada kategori ‘Baik’. Hasil observasi nilai kinerja guru dalam dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus I yaitu 89,06 sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 98,44. Dari hasil data pratindakan dan tes siklus I telah terjadi peningkatan nilai rata-rata dan persentase ketuntasan belajar klasikal. Pada hasil data pratindakan nilai rata-rata siswa adalah 67,54 dan persentase ketuntasan belajar klasikal adalah 56,41 % (data nilai siswa terlampir). Setelah diberikan tindakan pada siklus I, nilai rata-rata hasil tes dan persentase ketuntasan belajar klasikal terjadi peningkatan yakni nilai rata-rata menjadi 71,23 dan ketuntasan belajar klasikal menjadi 64,10 %. Selanjutnya  nilai rata-rata hasil tes dan ketuntatasan belajar klasikal pada siklus II terjadi peningkatan dengan nilai rata-rata adalah 78,59 dan persentase ketuntasan belajar klasikal yaitu 92,31 %. Selanjutnya, skor perkembangan belajar siswa secara individu maupun kelompok mengalami peningkatan pada siklus I dan siklus II.
Hasil belajar IPS kelas IV pada pratindakan, siklus I dan siklus II, nilai kinerja siswa secara individu dan kelompok serta kinerja peneliti melalui keterlaksanaan RPP disajikan dalam tabel berikut:

Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II.
Tindakan

Nilai
Rata-rata
Siswa Tuntas
Siswa Belum Tuntas
Persentase Ketuntasan Klasikal
Keterangan
Pratindakan
67,54
22
17
56,41 %
Belum Tuntas
Siklus I
70,00
25
14
64,10 %
Belum Tuntas
Siklus II
78,59
36
3
92,31%
Tuntas

Nilai Kinerja Siswa dan Kinerja Guru
JENIS DATA
SIKLUS I
SIKLUS II
Nilai Kinerja Individu
69,10
86,03
Nilai Kinerja Kelompok
70,00
86,25
Nilai Kinerja Guru
89,06
98,44

b.   Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu maka penulis menyimpulkan beberapa hal berkaitan dengan hasil belajar dan kinerja siswa kelas IV  SDK Tentang II pada pembelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:
1.      Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDK Tentang II secara signifikan. Pada siklus I nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 70,00 sedangkan pada siklus II yaitu 78,59. Apabila dilihat dari persentase, pada siklus I persentase hasil belajar siswa adalah 64,10  %, dan pada silkus II adalah 92,31  %. Jadi, peningkatan nilai rata-rata hasil belajar IPS kelas IV  SDK Tentang II dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu 8,59 dengan peningkatan persentase belajar sebesar  28,21 %.
2.      Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kinerja siswa kelas IV  SDK Tentang II dalam pembelajaran IPS. Peningkatan kinerja siswa ini, dapat dilihat dari perolehan skor dan persentase kinerja siswa dalam berdiskusi kelompok baik secara individu maupun berkelompok pada setiap siklus. Pada siklus I rata-rata bobot kinerja siswa secara individu dalam kelompok adalah 13,85 dengan nilai rata-rata 69,10 dengan kategori ‘Cukup Baik. Pada siklus II rata-rata perolehan bobot siswa secara individu dalam kelompok adalah 17,21 dengan nilai rata-rata 86,03 dengan kategori ‘Baik. Selain peningkatan kinerja siswa secara individu dalam kelompok, kinerja siswa secara kelompok/tim dalam berdiskusi juga mengalami peningkatan dar i siklus I ke siklus II. Pada siklus I rata-rata perolehan bobot setiap kelompok adalah 14,13 dengan nilai rata-rata setiap kelompok yaitu 70,00 dengan kategori ‘Cukup Baik’; sedangkan pada siklkus II perolehan rata-rata bobot setiap kelompok adalah 17,25 dengan nilai rata-rata 86,25 dengan kategori ‘Baik. Dengan demikian peningkatan kinerja siswa dari siklus I ke siklus II, yaitu dari kategori ‘Cukup Baik’ menjadi kategori ‘Baik’. Skor perkembangan belajar juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.
3.      Perkembangan hasil belajar dan kinerja siswa meningkat seiring dengan perkembangan peningkatan kinerja guru dalam mendesain model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus I dan Siklus II. Pada siklus I persentase keterlaksanaan RPP adalah 90,63 % dan pada siklus II adalah 98,44 %.  Jadi, peningkatan persentase kinerja guru adalah 7,81 %.
PRAKATA
Nada syukur yang tak terhingga, penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maka Kuasa atas segala berkat dan bimbingan-Nya menuntun langkah penulis dalam meninjau kepustakaan dari berbagai referensi untuk kegiatan penelitian ini hingga disajikan dalam sebuah tulisan ilmiah sebagai salah satu tugas akhir menyelesaikan perkuliahan pada Program Sarjana (S-1) Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng tahun Akademik 2012/2013
Dalam rangka pencapaian visi dan misi pendidikan nasional secara khusus mutu pendidikan dasar dengan mendesain pembelajaran yang lebih efektif merupakan sebuah paradigma baru dalam pembaharuan kegiatan pembelajaran. Untuk itu pemilihan model pembelajaran pada setiap mata pelajaran perlu diperhatikan sehingga pencapaian kompetensi dapat terukur. Berbagai model pembelajaran yang didesain oleh guru sebagai upaya untuk mengubah pola pengajaran yang didominasi oleh keterlibatan guru ke pola pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif. Pembelajaran IPS di sekolah dasar sebagai salah satu upaya membekali peserta didik pengetahuan, keterampilan, penanaman nilai hidup untuk mampu beradaptasi dengan dunia yang dinamis. Oleh karena itu, guru dituntut memiliki keterampilan mengelola kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna guna menjawab tuntutan misi mata pelajaran IPS dimaksud.
Tulisan  ini disusun untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar dan kinerja siswa dalam pembelajaran IPS melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) pada pembelajaran IPS kelas IV SDK Tentang II tahun pelajaran 2012/2013 sebagai salah satu upaya meningkatkan hasil belajar dan kinerja siswa.
Keberhasilan dalam penyusunan tulisan ini merupakan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pantaslah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang mendalam kepada Program Sarjana (S-1) Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng, sebagai tempat penulis menimba banyak ilmu dan pengetahuan serta memberikan bekal tambahan bagi  penulis untuk menjadi seorang guru sekolah dasar yang lebih kompeten; secara khusus kepada:
1.      Dr. Yohanes Servatius Boy Lon, M.A., selaku ketua STKIP St. Paulus Ruteng yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar pada Program Sarjana (S-1) Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng.
2.      Oswaldus Bule, Lic.Paed., selaku ketua Program Sarjana (S-1)  Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun tulisan akhir  sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi pada program Program Sarjana (S-1) Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng.
3.      Marianus Mantovanny Tapung, S.Fil.,M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan rela dan sabar meluangkan waktunya untuk membimbing, mengoreksi serta memberikan referensi-referensi tambahan untuk keberhasilan penulisan tulisan ini.
4.      Dr. Frans Salesman, S.E.,M.Kes., selaku dosen pembimbing II yang dengan rela dan sabar meluangkan waktunya untuk membimbing, mengoreksi serta memberikan referensi-referensi tambahan untuk keberhasilan penulisan tulisan ini.
5.      Heronimus E. A. Wejang, S.Fil.,M.Pd., selaku penguji utama yang telah rela memberikan masukan berharga dalam proses revisi tulisan ini.
6.      Para dosen pada Program Sarjana (S-1) Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng yang telah rela membagikan ilmunya kepada penulis selama menjadi mahasiswa Program Sarjana (S-1) Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng.
7.      Afra Saina., selaku kepala sekolah di SDK Tentang II beserta para guru SDK Tentang II yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8.      Fransiskus Janggur, S.Pd., selaku guru mata pelajaran IPS Kelas IV di SDK Tentang II yang telah bersedia menjadi kolabolator dan pengamat dalam penelitian ini.
9.      Siswa/i kelas IV SDK Tentang II, yang  telah setia mengikuti kegiatan pembelajaran selama kegiatan penelitian ini.
10.  Falentinus Jempo, A.Ma.Pd., selaku kepala SDN Torong Raja yang telah memberikan izin kepada penulis untuk meninggalkan beberapa jam pelajaran di sekolah tempat penulis mengabdi untuk melakukan kegiatan penelitian di SDK Tentang II.
11.  Afny Sutiany; yang selalu memberikan semangat dan inspirasi,  teristimewa motivasi dan kerja kerasnya membantu penulis dalam mencari refrensi untuk keberhasilan tulisan ini.
12.  Rekan-rekan mahasiswa Program Sarjana (S-1) Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng; yang telah memberikan dorongan dan masukan untuk menunjang penulisan tulisan  ini.
 Isi maupun hal teknis tulisan  ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kritik yang konstruktif dari semua pihak yang berkompeten demi penyempurnaan tulisan ini sangat penulis harapkan; semuanya diterima dengan lapang dada.

Ruteng, 26 Oktober 2013
Penulis

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdurrahman, M., 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:  PT Rineka Cipta.
BSNP., 2007., Standar Isi 2006. Jakarta: Diktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dandang., 2012. "Upaya Meningkatkan Minat Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions Bagi Siswa Kelas V SDN 02 Sumberejo Wonosobo" (dadankpgsd.blogspot.com/2012/01/skripsi.html; diakses Senin 22 April 2013)
Djamarah, S.B. dan Aswan, Zaiwan., 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Fajar,  A.,  2004. Portofolio Dalam Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya Officet.
Hamalik, O., 2008. Kurikulun dan Pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika
Isjoni., 2007., Cooperative Learning; Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Kunandar.,  2008. Guru Profesional (implementasi kurikulun tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan sukses dalam sertifikasi guru). Jakarta: Raja Gravindo Persada.
Munadi, Y., 2008. Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru). Jakarta: Gaung Persada Press.
Nashar., 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta. Delia Peres.
Makhrus, M, et al., 2008. Metode Pembelajaran IPA; Panduan untuk Guru dan Orang Tua. Jakarta: Azka Press.
Ndiung, S., 2006. Teori-teori Belajar (tidak untuk dipublikasikan). Ruteng: STKIP St. Paulus.
Payong, M. R., 2009, (1), Efek Terselubung Bias Kultural Terhadap Kemampuan Siswa di Sekolah, “Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan MISSIO, Vol. 1, No. 1, Hal. 7-17
____________________., 2010, Penelitian Tindakan Kelas (tidak untuk dipublikasikan). Ruteng: STKIP St. Paulus
Rusman., 2011. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindi Persada.
____________., 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada Media Group.
____________., 2010. Strategi Berorentasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Senena, E., 2006. Mengatasi Kesulitan Belajar Anak SD Kelas Tinggi dalam Pembelajaran Sains (tidak untuk dipublikasikan). Ruteng: STKIP St. Paulus.
Sennen, E., 2003. Teori Belajar dan Pembelajaran (tidak untuk dipublikasikan). Ruteng: STKIP St. Paulus.
Solihatin, E dan Raharjo., 2005. Cooperative Learning; Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.
Sapriya.,  2009. Pendidikan IPS. Bandung:  Remaja Rosdakarya Officet.
Sukajati., 2008. Penelitian Tindaklan kelas di SD. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Pendidikan Matematika.
Suranti dan Eko Setiawan Saptiarso., 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SD dan MI kelas IV. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Taneo,  dkk.,  2008. Pengembangan Pembelajaran IPS di SD. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Tapung, M. M., 2012. Dialektika Filsafat dan Pendidikan; Penguatan Filosofis atas Konsep dan Praksis Pendidikan. Jakarta : Parrhesia Institute.
Thachir, A. M., 2011. lmu Pengetahaun Sosial untuk SD/MI Kelas IV. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Trianto., 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Konsep, Landasan Teoritis-Paraktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Thobroni dan Arif Mustofa., 2011. Belajar & Pembelajaran; Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wahyu, Y., 2010. Pembelajaran Sains (tidak untuk dipublikasikan). Ruteng: STKIP St. Paulus.