UPAYA MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR IPS SISWA KELAS IV
SDK TENTANG II DENGAN
MENERAPKAN
MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISION
(STAD)
PADA MATERI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
SINOPSIS
Diajukan Kepada Program
Sarjana Kependidikan Guru dalam Jabatan
Sekolah Tinggi Keguruan
dan Ilmu Pendidikan St. Paulus Ruteng
untuk Memenuhi Salah
Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan
Program Sarjana
Kependidikan Guru dalam Jabatan
Oleh
OLEH;
FRANSISKUS
JAMENTO
NPM
: 11.31 1856
PROGRAM
SARJANA KEPENDIDIKAN GURU DALAM JABATAN
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ST. PAULUS
RUTENG
2013
UPAYA MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SDK TENTANG
II DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT
DIVISION (STAD) PADA MATERI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
FRANSISKUS JAMENTO, S.Pd
(PSKGJ STKIP St. Paulus)
ABSTRACT
Application type STAD cooperative learning model as a model of learning that seeks to increase the active involvement of students in learning so that the learning outcomes were achieved and measured. Criteria for achievement of learning outcomes in this study are: (1) the value of class IV students SDK Tentang II If at least 70% in the classical KKM achieving set by the school, and (2) actively engage students in learning activities, the performance of the students individually or in groups in the category of 'Good'. Application type STAD cooperative learning model can significantly improve learning outcomes fourtgrade social studies students SDK Tentang II. It can be seen from the acquisition value after a given action on each cycle. In the first cycle the average value obtained was 70,00 with a percentage of 64,10 % , while students in the second cycle is 78,59 with a percentage of 92,31 %. So the increase in the average value of learning outcomes is 8,59, with an increase of 28,21% percentage learning. Increase in the average performance of individual students in the group by 16,83; In the first cycle of 69,10 with a category of ‘Good Enough’ whereas the second cycle of 86,03 with a category of ‘Good’. Whereas the average value of students in a group performance in the first cycle is 70,00 with a category of ‘Good Enough’, whereas the second cycle of 86,25 with a category of ‘Good’. Thus an increase in the average value of students in a group performance was 16,25. Teacher performance also increased by 7,81%; in the first cycle in which the average obtained was 90.63% and 98.44% to the second cycle. Of the study and the results of this study, it is evident that the application type STAD cooperative learning model to improve learning outcomes in social studies lessons Tentang II SDK 202/2013.
Application type STAD cooperative learning model as a model of learning that seeks to increase the active involvement of students in learning so that the learning outcomes were achieved and measured. Criteria for achievement of learning outcomes in this study are: (1) the value of class IV students SDK Tentang II If at least 70% in the classical KKM achieving set by the school, and (2) actively engage students in learning activities, the performance of the students individually or in groups in the category of 'Good'. Application type STAD cooperative learning model can significantly improve learning outcomes fourtgrade social studies students SDK Tentang II. It can be seen from the acquisition value after a given action on each cycle. In the first cycle the average value obtained was 70,00 with a percentage of 64,10 % , while students in the second cycle is 78,59 with a percentage of 92,31 %. So the increase in the average value of learning outcomes is 8,59, with an increase of 28,21% percentage learning. Increase in the average performance of individual students in the group by 16,83; In the first cycle of 69,10 with a category of ‘Good Enough’ whereas the second cycle of 86,03 with a category of ‘Good’. Whereas the average value of students in a group performance in the first cycle is 70,00 with a category of ‘Good Enough’, whereas the second cycle of 86,25 with a category of ‘Good’. Thus an increase in the average value of students in a group performance was 16,25. Teacher performance also increased by 7,81%; in the first cycle in which the average obtained was 90.63% and 98.44% to the second cycle. Of the study and the results of this study, it is evident that the application type STAD cooperative learning model to improve learning outcomes in social studies lessons Tentang II SDK 202/2013.
Key words: Learning Outcomes, Learning social studies, Cooperative type STAD
PENDAHULUAN
Pembelajaran
IPS di sekolah dasar bertujuan agar peserta didik memiliki pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan serta nilai-nilai hidup yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat. Mengingat pentingnya tujuan dan esensi pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial; Hasan
dan Kosasih, (Solihatin, et
al., 2005 : 1) menegaskan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran IPS harus mampu
mempersiapkan, membina dan membentuk kemampuan peserta didik untuk menguasai
pengetahuan, pembentukan sikap dan nilai serta kecakapan dasar yang diperlukan
bagi kehidupan di masyarakat. Namun tuntutan ideal pembelajaran IPS ini masih belum optimal
dikembangkan pada beberapa satuan pendidikan. Tapung (2012 : 76), memberikan
pandangan tentang persoalan pendidikan Indonesia bahwa kemunduran pendidikan di
Indonesia akhir-akhir ini selain disebabkan masalah teknis pengelolaan oleh stake holder pendidikan dan kurangnya fasilitas, juga paling penting
adalah masalah model dan metode pembelajaran yang isinya kurang edukatif,
kurang membebaskan dan membentuk kesadaran peserta didik.
Selain fenomena ini, hasil wawancara langsung penulis dengan guru mata pelajaran IPS di SDK Tentang II
pada bulan Maret 2013, mengungkapkan
bahwa, “Nilai ketuntasan mata pelajaran IPS pada ujian semester I kelas IV tahun
pelajaran 2012/2013 yang secara klasikal
hanya mencapai 56,41 %, yaitu 22 dari 39 siswa kelas IV mencapai KKM 65 yang
telah ditetapkan oleh SDK Tentang II. Sementara target ketuntasan secara
klasikal yang ingin dicapai mata pelajaran IPS SDK Tentang II adalah minimal
mencapai 70 %.” Hal demikian disebabkan faktor-faktor, antara lain: (1) kurang tersedianya sarana dan prasarana,
(2) banyaknya konsep-konsep
materi hafalan yang harus dipelajari siswa,
(3) faktor guru yang mengajar
rangkap mata pelajaran berbeda maupun
merangkap kelas, (4) desain pembelajaran yang dimonopoli oleh peran guru,
(5) siswa kurang dilatih untuk
berdiskusi dalam kelompok kecil, dan (6) evaluasi pada proses belajar mengajar hanya menyentuh
aspek kognitif.
Bertolak
dari tuntutan ideal pembelajaran IPS di
sekolah dasar yang dihadapkan pada realita yang terjadi, maka penulis tergugah
untuk mencari solusi dengan menawarkan sebuah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Slavin (Isjoni, 2007 : 50 - 51) menjelaskan
bahwa model pembelajaran kooperatif menekankan
pada adanya aktivitas dan interaksi
antar siswa untuk saling memotivasi dan
membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang
maksimal. Oleh karena itu penulis mengangkat
judul, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
IPS Siswa Kelas IV SDK Tentang II dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada Materi Perkembangan Teknologi.”
Masalah yang ingin
dikaji dalam tulisan ini, yaitu: “apakah penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa
kelas IV SDK Tentang II tahun pelajaran 2012/2013 pada
materi perkembangan teknologi?” Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan
model pembelajaran kooperatif
tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) pada materi perkembangan
teknologi di SDK Tentang II tahun
pelajaran 2012/2013.
TINJAUAN
PUSTAKA
a.
Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Sapriya
(2009 : 19), mengatakan bahwa IPS adalah nama mata pelajaran di tingkat sekolah
dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik
dengan istilah “social studies” dalam
persekolahan di negara lain. Sedangkan Mulyono (Taneo, et al., 2008 : 7), mengatakan bahwa IPS adalah
integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi
budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan
sebagainya. Lebih lanjut, Saidiharjo
(Taneo, et al., 2008 : 8), mengatakan bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau perpaduan dari sejumlah mata
pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik.
Berdasarkan pemikiran Sapriya,
Mulyono dan Saidiharjo disimpulkan
bahwa: Pertama;
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan
ilmu pengetahuan yang mempelajari sejumlah fakta dan aspek-aspek sosial
kehidupan manusia
dengan kajian materi sebagai perpaduan ilmu dari mata
pelajaran geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan
politik yang kemudian diolah berdasarkan
prinsip pendidikan dan program pengajaran pada setiap jenjang satuan lembaga
pendidikan. Kedua; pembelajaran
IPS di sekolah dasar menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami
sejumlah fakta, konsep dan generalisasi agar peserta didik dapat menanggapi isu
lokal, nasional, kawasan, dunia, sosial, budaya, ekonomi, lingkungan dan etika. Ketiga; hal
penting dalam proses pembelajaran IPS yang dirancang oleh guru di sekolah dasar
yaitu guru berusaha semaksimal mungkin memadukan berbagai kajian disiplin ilmu
sosial menjadi materi IPS.
Keempat: pembelajaran IPS semestinya dirancang dengan memberikan motivasi
kepada peserta didik sesuai taraf kemampuan awal yang dimiliki, guru membimbing
dan mengarahkan peserta didik untuk bersama (secara individu maupun kelompok) berusaha
menemukan dan memecahkan masalah yang dihadapi sehingga kompetensi akan
tercapai.
b.
Hasil Belajar
Belajar
merupakan perubahan yang terjadi pada diri
individu dalam kebiasaan, pengetahuan, dan sikapnya. Suatu aktivitas
yang mengharapkan perubahan tingkahlaku (behavioral
change) pada diri individu yang belajar merupakan hakekat belajar
(Kunandar, 2008: 319).
Beberapa ahli dan pakar pendidikan mengemukan teori dan
pendapat belajar yang berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan Sosial, diantaranya:
1)
Edward
L. Thorndike (Sennen, 2003 : 2 - 3) mengemukakan beberapa hukum belajar yang
dikenal dengan sebutan law of effect.
Menurut Thorndike belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap suatu
stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan.
2)
David
Ausubel (Sennen, 2003 : 11), dengan teori belajar bermakna mengatakan bahwa
proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dia
miliki dengan pengetahuan baru.
3)
Dahar
(Trianto, 2007 : 25), faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar
ialah apa yang telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia demikian.
4)
Rober
Gagne (Ndiung, 2006 : 17 - 18), belajar merupakan kegiatan yang kompleks, hasil
belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki pengetahuan,
nilai dan sikap dan keterampilan. Timbulnya kapabilitas dari stimulasi
lingkungan dan proses kognitif dilakukan
oleh pembelajar.
5)
Hamalik
(2008 : 73) menjelaskan tujuan belajar adalah:
(1) sejumlah hasil belajar meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan
tercapainya oleh siswa; (2) suatu deskripsi mengenai tingkahlaku yang diharapkan
tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar; dan (3) cara yang akurat untuk menentukan hasil pembelajaran
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental dan fisik yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan/ intelektual, pemahaman keterampilan dan nilai-nilai yang
tidak dimiliki sebelumya. Secara singkat dapat dikatakan belajar adalah suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari latihan dan pengalaman serta
interaksi individu dengan lingkungan.
Jadi, tujuan seseorang belajar adalah memperoleh
pengetahuan, keterampilan, sikap dan perubahan tingkahlaku. Belajar memiliki ciri adanya unsur kesengajaan dan
interaksi dengan lingkungan yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku.
Hasil belajar memberikan nilai tambahan
terhadap perubahan yang diperoleh karena kematangan dan perkembangan fisik
individu.
Gagne
(Thobroni dan Mustofa, 2011 : 22), menjelaskan
bahwa hasil belajar berupa informasi
verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan
sikap. Selanjutnya Suprijono (Thobroni dan Mustofa, 2011 : 22), memberikan
pemikiran bahwa hasil belajar
adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.
Sedangkan Bloom (Abdurrahman,
2009 : 38), mengklasifikasi kemampuan hasil belajar ke dalam tiga kategori,
yaitu: ranah kognitif ( meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau
prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual),
ranah afektif
(berkenaan dengan sikap dan
nilai yang terdiri atas aspek penerimaan, tanggapan, penilaian, pengelolaan,
dan penghayatan), dan ranah psikomotorik
(mencakup kemampuan yang berupa
keterampilan fisik yang terdiri dari gerakan refleks, keterampilan gerakan
dasar, dan kemampuan). A. J. Romiszowski (Munadi, 2008 : 38),
mengemukakan bahwa hasil belajar
merupakan keluaran (output) dari
suatu sistem pemrosesan masukan (input).
Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluaran
adalah perbuatan atau kinerja (performance).
Pertama;
pengetahuan berupa pengetahaun tentang fakta, pengetahuan tentang prosedur, pengetahuan tentang konsep,
dan pengetahuan tentang prinsip. Kedua; keterampilan terdiri dari keterampilan untuk
berpikir/kognitif, bertindak/motorik, bereaksi atau bersikap, dan berinteraksi.
Hasil belajar juga
merupakan kemampuan yang
diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri adalah
sesuatu proses dalam diri dan tingkahlaku yang relatif menetap. Perubahan
tingkahlaku dalam belajar sudah ditentukan terlebih dahulu, sedangkan hasil
belajar ditentukan berdasarkan kemampuan siswa (Nashar, 2004 : 77).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari
perubahan tingkahlaku yang diperoleh siswa sebagai tujuan dari perbuatan
belajar yang dilakukannya baik di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Hasil belajar itu dipengaruhi oleh aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dengan
kata lain, hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menguasai
pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran sebagai
hasil dari pengalaman individu.
Keberhasilan belajar secara kuantitatif ditunjukkan dengan nilai atau
angka yang diberikan oleh penilai (guru) berdasarkan hasil penilaian berupa tes
maunpun non tes. Djamarah dan Aswan (2006 : 107), mengemukakan bahwa setiap
proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar.
Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Istimewa/maksimal;
apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa.
2)
Baik
sekali/optimal; apabila sebagai besar (76 % s.d. 99 %) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh
siswa.
3)
Baik/minimal;
apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60
% s.d.75 % saja dikuasai oleh siswa.
4)
Kurang;
apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60
% dikuasai oleh siswa.
Selain indikator di
atas, daya serap tehadap materi pembelajaran yang diberikan oleh guru mencapai prestasi tinggi, baik secara
individual maupun kelompok. Berdasarkan tingkatan yang diperoleh setelah
melakukan tes dan non tes, dapatlah diketahui keberhasilan proses belajar
mengajar yang telah dilakukan siswa dan guru.
Purwanto (Thobroni, 2011 : 31) mengemukan faktor yang
dapat mempengaruhi keberhasilan perubahan belajar pada seorang anak, yaitu:
Pertama; Faktor yang ada pada diri individu, meliputi kematangan
dan pertumbuhan, kecerdasan atau inteligensi dan faktor pribadi (kemaun, ketekukan, rendah hati) seseorang.
Kedua; Faktor yang ada di luar diri individu atau faktor
sosial, meliputi; faktor keluarga (situasi rumah tangga) dan motivasi sosial
yang bersumber dari teman sejawat, orang tua, guru sanak keluarga, dan
sebagainya.
Senada dengan
Purwanto, Munadi (2008 : 24) menjelaksan faktor- faktor yang mempengaruhi proses dan
hasil belajar yaitu:
faktor internal meliputi:
faktor fisiologis
dan faktor psikologis;
sedangkan faktor eksternal yang
berasal dari luar diri individu yang belajar meliputi:
faktor lingkungan dan faktor instrumental.
c. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Teams Achievement Division (STAD)
Pembelajaran
kooperatif dilandasi oleh teori konstruktivisme, (Soejadi dalam Rusman, 2010 : 201). Teori konstruktivisme dalam belajar
menuntut siswa harus secara individu menemukan dan mentranformasikan
informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan
merevisinya bila perlu. Slavin (Rusman, 2010 : 201),
mengemukakan bahwa pembelajaraan
kooperatif memungkinkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok
yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang siswa, dengan kemampuan
yang heterogen. Kelompok heterogen terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis
kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan
dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Eggen dan Kauchak
(Trianto, 2007 : 42) pembelajaran kooperatif merupakan sebuah model
pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaboratif untuk mencapai
tujuan bersama. Selanjutnya Ibrahim, et al (Wahyu, 2010 : 56 - 57), menegaskan
bahwa model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan
pembelajaran penting. yaitu : hasil belajar akademik,
penerimaan terhadap perbedaan
individu, pengembangan keterampilan sosial
Sanjaya
(2010 : 241) mengemukakan bahwa
dalam pembelajaran kooperatif, terdapat empat unsur penting yaitu :
(1) adanya peserta dalam kelompok,
(2) adanya aturan kelompok,
(3) adanya upaya belajar setiap
anggota kelompok, (4) adanya tujuan yang harus dicapai.
Slavin, Abrani, dan Chambers (Sanjaya, 2010 : 244 - 246),
menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran
yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih
menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Karakteristik pembelajaran
kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Pembelajaran
secara tim.
Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai
tujuan. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling
memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima serta diharapkan dapat
berkontribusi terhadap keberhasilan kelompok.
2.
Kemauan
bekerja sama.
Keberhasilan
pembelajaran kooperatif ditentukan oleh kebehasilan secara kelompok.
3.
Keterampilan
bekerja sama.
Kemauan bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan
dalam keterampilan bekerja sama.
Sanjaya
(2010 : 246 - 247), mengemukan empat prinsip pembelajaran kooperatif yaitu :
1)
Ketergantungan
positif.
Dalam pembelajaran kelompok keberhasilan
suatu penyelesaian tugas sangat bergantung pada usaha yang dilakukan oleh
setiap anggota kelompoknya.
2)
Tanggung
jawab perseorangan.
Prinsip ini merupakan kosekuensi dari
prinsip ketergantungan positif. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung
pada setiap anggotanya maka setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab
sesuai dengan tugas yang telah diberikan.
3)
Interaksi
tatap muka.
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan
kesempatan yang luas kepada setiap anggota
kelompok untuk bertatap muka, saling memberikan informasi dan saling
membelajarkan.
4)
Partisipasi
dan komunikasi.
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk
dapat berpartisipasi aktif dalam berkomunikasi. Untuk dapat melakukan
partisipasi dan komunikasi siswa perlu dibekali kemampuan-kemampuan
berkomunikasi.
Salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yaitu STAD. STAD
merupakan akronim dari Student Team
Achievement Division (Pembagian Pencapaian Tim Siswa), atau dengan kata
lain, pencapaian hasil belajar siswa diperoleh melalui belajar kelompok
(Robert E. Slavin dalam Isjoni, 2008 : 26).
Trianto, (2007 : 52), menjelaskan pembelajaran kooperatif
tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4
sampai 5 orang siswa secara heterogen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe STAD merupakan model pembelajaran berkelompok yang anggotanya terdiri dari
4 atau 5 orang yang bersifat heterogen, bekerja secara tim untuk mencapai
tujuan yang sama. Heterogen yang dimaksud adalah karateristik individual baik kemampuan minat,
ketekunan dan kerja keras serta karateristik
lainya yang ada dalam satu kelas.
Karateristik pembelajaran kooperatif tipe STAD, Rusman
(2010 : 227), yaitu:
1.
Tujuan kognitif untuk mendapatkan informasi
akademik sederhana, sedangkan tujuan sosial untuk memperoleh hubungan kerja
kelompok dan kerja sama antar siswa.
2.
Struktur
tim yang bersifat heterogen dengan anggota 4 atau 5 orang
3.
Pemilihan
topik pembelajaran biasanya dilakukan oleh guru.
4.
Siswa
melaksanakan tugas utama yaitu menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu
untuk menuntaskan materi belajarnya.
5.
Penilaian
yang dilakukan secara tes mingguan.
6.
Pengakuan
atas tingkat keberhasilan siswa yaitu penilaian lembar pengetahuan dan lembar
publikasi lainya.
Berdasarkan karateristik yang dipaparkan, terdapat beberapa hal yang
dapat menjadikan ciri model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, yaitu:
1.
Siswa
bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2.
Kelompok
yang dibentuk
beranggotakan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3.
Bilamana
mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin
berbeda-beda.
4.
Penghargaan
berorientasi kelompok ketimbang individu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kerja sama dalam kelompok
yang heterogen serta pencapaian tujuan pembelajaran secara tim merupakan ciri utama
model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan demikian bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD
ini adalah proses pencapaian kompetensi dengan pembahasan materi secara
berkelompok yang heterogen baik tingkat kemampuan maupun latar belakang siswa
dengan anggota 4 atau 5 orang, kerja sama tim sebagai ciri penting serta penghargaan
atas prestasi lebih berorientasi pada keberhasilan secara berkelompok.
Rusman
(2010 : 215 - 215), secara rinci menjelaskan enam langkah/fase pembelajaran
kooperatif tipe STAD, yaitu:
1.
Penyampaian
tujuan dan motivasi
Pada tahap ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi
siswa untuk belajar serta menginformasikan kepada siswa desain pembelajaran yang
akan dijalankan untuk mencapai kompetensi/indikator.
2.
Pembagian
kelompok
Guru membagi siswa di dalam beberapa
kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa yang memperioritaskan
heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin,
ras atau etnik.
3.
Presentasi
dari guru
Guru
menjelaskan materi pengantar
untuk pencapaian tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan
tersebut dipelajari. Dalam presentasi ini guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau
masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang
keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan
yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya.
4.
Kegiatan
belajar dalam tim (kerja tim)
Siswa belajar dalam kelompok yang telah
dibentuk. Guru menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua
anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi.
5.
Kuis
(evaluasi)
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui
pemberian kuis secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama, ini dilakukan untuk
menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dan
terhadap prestasi kelompok dalam
memahami bahan ajar tersebut.
6.
Penghargaan
tim
Penghargaan ditunjukan pada
tim/kelompok bukan pribadi siswa. Selanjutnya
pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru
dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1)
Menghitung
skor individu
Menurut Slavin (Trianto, 2007 : 55), untuk menghitung perkembangan skor
individu dihitung sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Perhitungan skor perkembangan individu
No
|
Nilai tes
|
Skor perkembagan
|
1.
|
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
|
0
poin
|
2.
|
10 sampai 1 poin di bawah skor dasar
|
10
poin
|
3.
|
Skor sampai 10 poin di atas skor dasar
|
20
poin
|
4.
|
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar
|
30
poin
|
5.
|
Pekerjaan sempurna (tanpa memerhatikan
skor dasar)
|
30
poin
|
2)
Menghitung
skor kelompok
Skor
kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok,
yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota kelompok kemudian
membagi sejumlah anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan
rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok sebagaimana dalam
tabel
berikut:
Tabel Penghitungan perkembangan skor kelompok
No
|
Rata-rata skor
|
Kualifikasi
|
1.
|
0 ≤ N ≤ 5
|
-
|
2.
|
6 ≤ N ≤ 15
|
Tim yang baik (good team)
|
3.
|
16 ≤ N ≤ 20
|
Tim yang baik
sekali (great team)
|
4.
|
21 ≤ N ≤ 30
|
Tim yang istimewa (super team)
|
3)
Pemberian
hadiah dan pengakuan skor kelompok. Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh
predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok
sesuai dengan prestasinya (kriteria tertentu yang ditetapkan guru).
Berdasarkan langkah-langkah kegiatan pembelajaran di atas, maka peran guru
dalam proses pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu:
a.
Merumuskan
tujuan pembelajaran yang meliputi tujuan akademik dan tujuan keterampilan
bekerja sama.
b.
Menentukan
jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok
adalah 4 atau 5 orang siswa secara heterogen.
c.
Menentukan
tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa disusun agar tiap kelompok dapat saling
bertatap muka.
d.
Merancang
bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif.
METODE PENELITIAN
Peneitian ini menggunakan desain/model penelitian Kemmis dan Mc.
Taggart yang penekanannya pada untaian kegiatan yang terdiri dari empat tahap yakni perencanaan,
tindakan, pengamatan, dan refleksi yang digambarkan sebagai berikut:
Siklus I
|
Planing
|
Act & Observe
|
Reflect
|
Revised plan
|
|
|
|
|
|
|
Planing
|
Act & Observe
|
Reflect
|
Revised plan
|
|
Siklus Selanjutnya
|
Siklus II
|
ACT & OBSERVE
|
REFLECT
|
|
Revised plan
|
(Sumber: Payong, 2010 : 5)
Adapun indikator atau kriteria untuk menentukan
perubahan pada hasil tindakan adalah sebagai berikut.
1)
Setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
pembelajaran IPS nilai siswa kelas IV SDK Tentang II minimal 70 % secara
klasikal mencapai KKM mata pelajaran IPS (65) yang telah ditetapkan oleh
sekolah.
2)
Siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, dengan kinerja
siswa secara individu maupun kelompok berada pada kategori ‘Baik’
Penelitian ini dilaksanakan di SDK
Tentang II, desa Tentang kecamatan Ndoso
kabupaten Manggarai Barat yang dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai dengan
Mei 2013. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa siswa kelas IV SDK Tentang
II Tahun pelajaran 2012/2013 yang
berjumlah 39 orang yang terdiri dari 18 laki-laki dan 21 perempuan. Siswa kelas
IV memiliki latar belakang sosial ekonomi dan kemampuan yang berbeda-beda;
(berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah). Sumber data dalam penelitian ini
adalah data primer yang diperoleh langsung dari siswa, yang diperoleh melalui
pengamatan kinerja siswa dan penilaian hasil tes yang diberikan. Selain itu
data sekunder dapat berupa data tentang nilai semester dan daya serap mata
pelajaran IPS semester I tahun pelajaran 2012/2013 dan nilai tes pada materi
perkembangan teknologi dari guru mata pelajaran. Dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan tes.
a. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa
selama kegiatan pembelajaran oleh observer. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi.
Skala penilaian yang digunakan dengan
rentangan 1 – 4,
(kriteria penilaian: 1=tidak
baik, 2=kurang baik,
3=cukup baik,
4= baik). Untuk kinerja siswa secara individu, aspek yang diamati
terdiri dari menjawab pertanyan, keberanian bertanya, rajin mengerjakan soal,
keseriusan dan ketuntasan menyelesaikan LKS. Sedangkan kinerja siswa secara berkelompok terdiri dari
aspek kerja sama dalam kelompok, keaktifan individu, saling
bertanya antar kelompok, menghormati pendapat kelompok
lain dan keberanian memberikan tanggapan. Setiap aspeknya rentangan skor 1
- 4, maka skor maksimal yang akan
diperoleh kelompok yaitu 5 x 4 = 20. Dengan demikian berdasarkan perolehan
bobot dapat ditentukan katergori kinerja siswa,
yaitu: 17 - 20 = Baik (B),
13 – 16 = Cukup Baik (CB), 9 – 12 = Kurang Baik (KB), 5 - 8 = Tidak Baik (TB)
Berdasarkan perolehan
bobot di atas, dapat ditentukan nilai siswa pada rentangan 0 – 100, yaitu:
Sehingga kriteria
berdasarkan perolehan nilai siswa dapat ditentukan kategorinya yaitu: 85 -100 = Baik
(B), 65–80 = Cukup Baik (CB), 45 – 60 = Kurang Baik
(KB), 25 – 40 = Tidak Baik (TB)
b. Tes
Tes yang diberikan
berupa tes tertulis pada setiap akhir tindakan, dengan tujuan untuk mengetahui
peningkatan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari setelah diberikan
tindakan. Tes yang diberikan dalam bentuk tes tertulis, yaitu pilihan ganda
dengan empat pilihan jawaban pada setiap nomor soal, jawaban singkat dan uraian
terbatas.
Dalam pelaksanaan
penelitian ini, instrumen yang digunakan peneliti, adalah: Silabus, RPP, Lembar
Kerja Siswa (LKS), Soal tes pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban pada
setiap nomor soal, jawaban singkat dan uraian terbatas, Lembar observasi
kinerja siswa dan lembar observasi
kinerja guru dalam proses pembelajaran melalui penilaian keterlaksanaan RPP. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif kuantitatif dengan sajian visual, karena data yang akan
dikumpulkan berupa angka.
1. Analisis
observasi
a)
Nilai hasil observasi kinerja
individu dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan : NKI = Nilai Kinerja Individu
b)
Nilai hasil observasi kinerja
kelompok dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan : NKK = Nilai Kinerja Kelompok
Selain observasi terhadap kinerja siswa, kinerja guru
diobservasi melalui penilaian
keterlaksanaan RPP, yaitu:
Keterangan : KR = Keterlaksanaan RPP
Perhitungan
hasil belajar dilakukan dengan
menghitung ketuntasan hasil belajar siswa, yaitu:
a). Nilai ketuntasan individu dihitung dengan rumus:
Nilai = Jumlah Bobot x Skor
|
|
Keterangan : Tk = Tuntas klasikal
PENUTUP
a.
Hasil Penelitian
Masalah rendahnya
hasil belajar siswa kelas IV SDK tentang II telah diatasi dengan model
kooperatif tipe STAD. Hal ini diketahui berdasarkan hasil tes dan observasi
aktivitas siswa baik secara individu maupun kelompok dalam proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran IPS dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD,
secara klasikal hasil belajar IPS siswa sudah meningkat, hal ini ditunjukkan
dengan tes hasil belajar pada siklus I ketuntasan secara klasikal yaitu 64,10 %, setelah diberikan
tindakan pada siklus II ketuntasan
secara klasikal meningkat yaitu 92,31 %. Hasil observasi aktivitas individu maupun kelompok
pada siklus I berada pada katogori ‘Cukup Baik; setelah diberikan
tindakan pada siklus II terjadi peningkatan, yakni berada pada kategori ‘Baik’.
Hasil observasi nilai kinerja guru dalam dalam pelaksanaan pembelajaran pada
siklus I yaitu 89,06 sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 98,44. Dari hasil data pratindakan dan tes siklus I telah
terjadi peningkatan nilai rata-rata dan persentase ketuntasan belajar klasikal.
Pada hasil data pratindakan nilai rata-rata siswa adalah 67,54 dan persentase
ketuntasan belajar klasikal adalah 56,41 % (data nilai siswa terlampir). Setelah
diberikan tindakan pada siklus I, nilai rata-rata hasil tes dan persentase
ketuntasan belajar klasikal terjadi peningkatan yakni nilai rata-rata menjadi
71,23 dan ketuntasan belajar klasikal menjadi 64,10 %. Selanjutnya nilai rata-rata hasil tes dan ketuntatasan
belajar klasikal pada siklus II terjadi peningkatan dengan nilai rata-rata
adalah 78,59 dan persentase ketuntasan belajar klasikal yaitu 92,31 %. Selanjutnya,
skor perkembangan belajar siswa secara individu maupun kelompok mengalami
peningkatan pada siklus I dan siklus II.
Hasil belajar IPS kelas IV
pada pratindakan, siklus I dan siklus II, nilai kinerja siswa secara individu
dan kelompok serta kinerja peneliti melalui keterlaksanaan RPP disajikan
dalam tabel berikut:
Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV Pratindakan, Siklus I, dan
Siklus II.
Tindakan
|
Nilai
Rata-rata
|
Siswa
Tuntas
|
Siswa
Belum Tuntas
|
Persentase
Ketuntasan Klasikal
|
Keterangan
|
Pratindakan
|
67,54
|
22
|
17
|
56,41 %
|
Belum Tuntas
|
Siklus I
|
70,00
|
25
|
14
|
64,10 %
|
Belum Tuntas
|
Siklus II
|
78,59
|
36
|
3
|
92,31%
|
Tuntas
|
Nilai
Kinerja Siswa dan Kinerja Guru
JENIS DATA
|
SIKLUS I
|
SIKLUS II
|
Nilai Kinerja Individu
|
69,10
|
86,03
|
Nilai Kinerja Kelompok
|
70,00
|
86,25
|
Nilai Kinerja Guru
|
89,06
|
98,44
|
b.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu maka
penulis menyimpulkan beberapa hal berkaitan dengan hasil belajar dan kinerja
siswa kelas IV SDK Tentang II pada pembelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD, yaitu:
1.
Penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan hasil belajar siswa
kelas IV SDK Tentang II secara signifikan.
Pada siklus I nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah
70,00
sedangkan pada siklus II yaitu 78,59. Apabila dilihat dari persentase, pada siklus I persentase
hasil belajar siswa adalah 64,10 %, dan pada
silkus II adalah 92,31 %. Jadi,
peningkatan nilai rata-rata hasil belajar IPS kelas IV SDK Tentang II dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD yaitu 8,59 dengan peningkatan persentase belajar sebesar 28,21 %.
2.
Penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kinerja siswa kelas IV SDK Tentang
II dalam pembelajaran IPS. Peningkatan kinerja siswa ini, dapat dilihat dari
perolehan skor dan persentase kinerja siswa dalam berdiskusi kelompok baik
secara individu maupun berkelompok pada setiap siklus. Pada siklus I
rata-rata bobot kinerja siswa secara individu dalam kelompok adalah 13,85 dengan nilai rata-rata 69,10 dengan
kategori ‘Cukup Baik’.
Pada siklus II rata-rata perolehan bobot siswa secara individu dalam kelompok
adalah 17,21 dengan nilai rata-rata 86,03
dengan kategori ‘Baik’.
Selain peningkatan kinerja siswa secara individu dalam kelompok, kinerja siswa secara kelompok/tim
dalam berdiskusi juga mengalami peningkatan dar
i siklus I ke siklus II. Pada siklus I rata-rata
perolehan bobot setiap kelompok adalah 14,13 dengan nilai rata-rata setiap kelompok yaitu 70,00
dengan kategori ‘Cukup Baik’;
sedangkan pada siklkus II perolehan rata-rata bobot setiap kelompok adalah 17,25 dengan nilai rata-rata 86,25 dengan kategori ‘Baik’. Dengan
demikian peningkatan kinerja siswa dari siklus I ke siklus II, yaitu dari
kategori ‘Cukup Baik’ menjadi kategori ‘Baik’. Skor perkembangan
belajar juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.
3.
Perkembangan
hasil belajar dan kinerja siswa meningkat seiring dengan perkembangan peningkatan kinerja guru dalam mendesain model pembelajaran
kooperatif tipe STAD pada siklus I dan Siklus II. Pada siklus I persentase
keterlaksanaan RPP adalah 90,63 % dan pada siklus II adalah 98,44 %. Jadi, peningkatan persentase kinerja guru adalah 7,81 %.
PRAKATA
Nada
syukur yang
tak terhingga, penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maka Kuasa atas segala berkat dan bimbingan-Nya menuntun langkah penulis dalam meninjau kepustakaan dari berbagai
referensi untuk kegiatan penelitian ini hingga disajikan dalam sebuah tulisan ilmiah sebagai
salah satu tugas akhir menyelesaikan perkuliahan pada Program Sarjana (S-1)
Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng tahun Akademik
2012/2013
Dalam rangka
pencapaian visi dan misi pendidikan nasional secara khusus mutu pendidikan
dasar dengan mendesain pembelajaran yang
lebih efektif merupakan sebuah paradigma baru dalam pembaharuan kegiatan
pembelajaran. Untuk itu pemilihan
model pembelajaran pada setiap mata pelajaran perlu diperhatikan sehingga pencapaian kompetensi dapat
terukur. Berbagai model pembelajaran yang
didesain oleh guru sebagai upaya untuk mengubah pola pengajaran yang didominasi
oleh keterlibatan guru ke pola pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan
siswa secara aktif. Pembelajaran IPS di sekolah dasar sebagai salah satu upaya
membekali peserta didik pengetahuan, keterampilan, penanaman nilai hidup untuk
mampu beradaptasi dengan dunia yang dinamis. Oleh karena itu, guru dituntut
memiliki keterampilan mengelola kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna
guna menjawab tuntutan misi mata pelajaran IPS dimaksud.
Tulisan ini disusun untuk
mendeskripsikan peningkatan hasil
belajar dan kinerja siswa dalam pembelajaran IPS melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) pada pembelajaran IPS
kelas IV SDK Tentang II tahun pelajaran 2012/2013 sebagai salah satu upaya
meningkatkan hasil belajar dan kinerja siswa.
Keberhasilan
dalam penyusunan tulisan ini merupakan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pantaslah penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang mendalam kepada Program Sarjana
(S-1) Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng, sebagai tempat penulis
menimba banyak ilmu dan pengetahuan serta memberikan bekal tambahan bagi penulis untuk menjadi seorang guru sekolah
dasar yang lebih kompeten; secara khusus kepada:
1. Dr.
Yohanes Servatius Boy Lon, M.A., selaku ketua STKIP St. Paulus Ruteng yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar pada Program Sarjana
(S-1) Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng.
2. Oswaldus
Bule, Lic.Paed., selaku
ketua Program Sarjana (S-1) Kependidikan
Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun
tulisan akhir sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi pada program Program Sarjana (S-1)
Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng.
3. Marianus
Mantovanny Tapung, S.Fil.,M.Pd., selaku dosen pembimbing
I yang
dengan rela dan sabar meluangkan waktunya untuk membimbing, mengoreksi serta
memberikan referensi-referensi tambahan untuk keberhasilan penulisan tulisan ini.
4. Dr.
Frans Salesman, S.E.,M.Kes., selaku dosen pembimbing
II yang dengan rela dan sabar
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengoreksi serta memberikan referensi-referensi tambahan untuk keberhasilan penulisan tulisan ini.
5. Heronimus
E. A. Wejang, S.Fil.,M.Pd., selaku penguji utama yang telah rela memberikan
masukan berharga dalam proses revisi tulisan ini.
6. Para dosen pada Program Sarjana
(S-1) Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng yang telah rela membagikan ilmunya kepada penulis selama
menjadi mahasiswa Program Sarjana (S-1) Kependidikan
Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng.
7. Afra
Saina., selaku kepala sekolah di SDK Tentang II beserta para guru SDK Tentang II yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
8. Fransiskus
Janggur, S.Pd.,
selaku guru mata pelajaran IPS Kelas IV di SDK Tentang II yang telah bersedia menjadi
kolabolator dan pengamat dalam penelitian ini.
9. Siswa/i
kelas IV SDK Tentang II, yang telah
setia mengikuti kegiatan pembelajaran selama kegiatan penelitian ini.
10. Falentinus
Jempo, A.Ma.Pd., selaku kepala SDN Torong Raja yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk meninggalkan beberapa jam pelajaran di sekolah tempat
penulis mengabdi untuk melakukan kegiatan penelitian di SDK Tentang II.
11. Afny
Sutiany; yang selalu memberikan
semangat dan inspirasi, teristimewa
motivasi dan kerja kerasnya membantu
penulis dalam mencari refrensi untuk keberhasilan
tulisan ini.
12. Rekan-rekan mahasiswa Program
Sarjana (S-1) Kependidikan Guru dalam Jabatan (PSKGJ) STKIP St. Paulus Ruteng; yang telah memberikan dorongan dan masukan untuk
menunjang penulisan tulisan ini.
Isi maupun hal teknis tulisan ini
masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kritik yang konstruktif dari semua
pihak yang berkompeten demi penyempurnaan tulisan
ini sangat penulis harapkan; semuanya diterima dengan lapang dada.
Ruteng, 26 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdurrahman,
M., 2009. Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
BSNP.,
2007., Standar Isi 2006. Jakarta:
Diktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dandang., 2012. "Upaya
Meningkatkan Minat Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Teams Achievement Divisions Bagi Siswa Kelas V SDN 02 Sumberejo
Wonosobo" (dadankpgsd.blogspot.com/2012/01/skripsi.html; diakses
Senin 22 April 2013)
Djamarah,
S.B. dan Aswan, Zaiwan., 2006. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Fajar, A.,
2004. Portofolio Dalam
Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya Officet.
Hamalik, O., 2008. Kurikulun
dan Pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika
Isjoni.,
2007., Cooperative Learning; Efektifitas
Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Kunandar., 2008. Guru Profesional (implementasi kurikulun
tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan sukses dalam sertifikasi guru).
Jakarta: Raja Gravindo Persada.
Munadi,
Y.,
2008. Media Pembelajaran (Sebuah
Pendekatan Baru). Jakarta: Gaung Persada Press.
Nashar., 2004. Peranan
Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta. Delia
Peres.
Makhrus,
M, et al., 2008. Metode Pembelajaran IPA;
Panduan untuk Guru dan Orang Tua. Jakarta: Azka Press.
Ndiung,
S., 2006. Teori-teori Belajar (tidak
untuk dipublikasikan). Ruteng: STKIP St. Paulus.
Payong,
M.
R., 2009, (1), Efek Terselubung Bias
Kultural Terhadap Kemampuan Siswa di Sekolah, “Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan MISSIO”, Vol. 1, No. 1,
Hal. 7-17
____________________.,
2010, Penelitian Tindakan Kelas (tidak
untuk dipublikasikan). Ruteng: STKIP St. Paulus
Rusman.,
2011. Model-model Pembelajaran:
Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindi Persada.
____________.,
2008. Pembelajaran dalam Implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada Media Group.
____________., 2010. Strategi
Berorentasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Senena,
E., 2006. Mengatasi Kesulitan Belajar
Anak SD Kelas Tinggi dalam Pembelajaran Sains (tidak untuk dipublikasikan).
Ruteng: STKIP St. Paulus.
Sennen,
E., 2003. Teori Belajar dan Pembelajaran
(tidak untuk dipublikasikan). Ruteng: STKIP St. Paulus.
Solihatin, E dan Raharjo., 2005. Cooperative Learning; Analisis Model
Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.
Sapriya., 2009. Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya Officet.
Sukajati.,
2008. Penelitian Tindaklan kelas di SD.
Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Pendidikan
Matematika.
Suranti
dan Eko Setiawan Saptiarso., 2008. Ilmu
Pengetahuan Sosial untuk SD dan MI kelas IV. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional
Taneo, dkk., 2008. Pengembangan Pembelajaran IPS di SD. Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Tapung, M.
M., 2012. Dialektika
Filsafat dan Pendidikan; Penguatan Filosofis atas Konsep dan Praksis
Pendidikan. Jakarta : Parrhesia Institute.
Thachir,
A. M., 2011. lmu Pengetahaun Sosial untuk
SD/MI Kelas IV. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Trianto.,
2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik, Konsep,
Landasan Teoritis-Paraktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Thobroni
dan Arif Mustofa., 2011. Belajar &
Pembelajaran; Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan
Nasional. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wahyu,
Y., 2010. Pembelajaran Sains (tidak untuk
dipublikasikan). Ruteng: STKIP St. Paulus.